September 16, 2025 By fathur
Dunia terus berputar, zaman senantiasa berubah, dan tantangan datang silih berganti tanpa bisa diprediksi. Di tengah dinamika yang tak menentu ini, sering kali kita terpaku pada pengalaman dan pengetahuan yang kita miliki, seolah-olah itu sudah cukup menjadi bekal. Namun, kita harus percaya, bahwa satu-satunya jangkar yang dapat membuat kita tetap kokoh sekaligus adaptif adalah komitmen untuk menjadi seorang pembelajar seumur hidup (lifelong learner).
belajar bukanlah sebuah fase yang berhenti setelah kita lulus dari institusi pendidikan formal. Belajar adalah sebuah sikap, sebuah gairah yang harus terus menyala sepanjang hayat. Kita harus menjadikan diri kita sebagai golongan orang yang senang belajar, bahkan dari siapapun dan dari situasi apapun. Hal tersebut sesuai dengan pepatah Ki Hajar Dewantara “Jadikan setiap tempat sebagai sekolah dan jadikan setiap orang sebagai guru” . Karena setiap keadaan dan setiap individu memiliki pengalaman ataupun pandangan yang berharga untuk kita serap.
Dengan membuka diri untuk mengetahui, kita melatih diri untuk menganalisa, menyimpulkan, dan memetik manfaat dari pelajaran yang sudah dialami oleh orang lain.
Sumber ilmu pengetahuan tersebar di mana-mana. Saya banyak membaca buku, mulai dari biografi para pemimpin masa lalu hingga para inovator masa kini. Mereka semua menceritakan satu hal yang sama, yaitu perjalanan mereka yang diwarnai oleh episode kegagalan dan kesuksesan. Membaca kisah mereka ibarat memiliki mentor lintas generasi yang membisikkan kebijaksanaan langsung dari zamannya. Dengan kita banyak membaca, secara otomatis kita akan memiliki banyak referensi solusi dari masalah yang kita alami nanti.
Namun, ilmu tidak hanya tersimpan di lembaran buku. Ia hidup dan bernapas di sekeliling kita. Sering kali kita luput menyadari bahwa pelajaran paling berharga justru datang dari orang-orang yang kita temui sehari-hari. Bahkan dari mereka yang dari sisi sosial atau jabatan mungkin tidak lebih tinggi dari kita. Justru di sanalah terletak kebijaksanaan yang sesungguhnya, karena kita menyerap semua ilmu dengan tidak memandang status sosial mereka.
Mengapa ini penting? Bayangkan, kita menjadi seorang pimpinan di pemerintahan, bagaimana mungkin kita bisa merumuskan solusi yang tepat sasaran bagi masyarakat jika kita tidak pernah mau menyelami cara mereka berpikir dan apa yang mereka rasakan ? Bagaimana kita bisa memahami denyut nadi persoalan mereka jika kita enggan mendengar pengalaman dan perspektif mereka?
Prinsip yang sama berlaku di dunia korporasi. Bagaimana kita bisa meningkatkan produktivitas dan membangun tim yang solid jika kita tidak tahu apa yang sesungguhnya dialami, dirasakan, dan dipikirkan oleh para karyawan kita? Mendengarkan dan belajar dari mereka adalah esensi dari kepemimpinan yang berempati dan nantinya akan membuahkan hasil yang efektif.
Gairah untuk belajar ini terbukti tidak lekang oleh waktu. Bahkan walaupun kita di usia yang sudah tergolong tidak muda lagi, minat untuk menyerap hal-hal baru tidak boleh berkurang. Baik itu isu global, kearifan lokal, inspirasi dari role model, maupun masukan dari orang-orang yang kita temui setiap hari, semuanya dianggap sebagai input yang berharga.
Proses belajar yang ideal harus berjalan dua arah, belajar tentang apa yang ingin diketahui, sekaligus berusaha memahami apa yang orang lain butuhkan dan inginkan. Dengan menyerap berbagai perspektif, setiap keputusan yang diambil menjadi lebih kaya, matang, dan bijaksana.
Ketika kedua arus informasi ini bertemu, yaitu pengetahuan internal dan empati eksternal, maka fondasi untuk pengambilan keputusan yang unggul pun terbentuk. Dengan menyerap dan memproses berbagai perspektif yang terkadang saling bertentangan, setiap keputusan yang diambil tidak lagi bersifat dangkal atau reaktif. Keputusan tersebut akan menjadi lebih kaya akan data dan konteks, sehingga akan lebih matang karena telah mempertimbangkan berbagai sudut pandang dan potensi risiko, serta pada akhirnya menjadi lebih bijaksana karena mampu menyeimbangkan antara logika, intuisi, dan dampak yang bermakna.
Namun, ada sebuah nuansa penting dalam filosofi ini. Proses belajar tidak boleh menjadi alasan untuk menunda tindakan atau terjebak dalam kelumpuhan analisis (analysis paralysis). Hal ini terjadi ketika kita terlalu lama memutuskan sesuatu dan pada akhirnya tidak bertindak apa-apa. Di sinilah seorang pemimpin diuji untuk mengambil keputusan secara cepat,tepat, dan terukur.
Belajar dari berbagai sumber adalah sebuah keharusan, tetapi orientasi akhirnya harus “kokoh, bulat, dan jelas. Informasi yang diserap harus berujung pada keputusan yang cepat dan tegas. Setelah keputusan diambil, proses belajar justru memasuki babak baru yaitu proses evaluasi. Inilah siklus kepemimpinan yang dinamis: Belajar -> Putuskan -> Lihat Hasilnya -> Belajar Lagi.
Pada intinya, filosofi yang harus kita pegang sebagai pembelajar seumur hidup menegaskan sebuah kebenaran universal, bahwa individu yang terus-menerus belajar akan selalu lebih siap dan lebih sukses dalam menghadapi perubahan zaman dibandingkan mereka yang merasa cepat puas. Bagi para pemimpin dan profesional, pesannya jelas: nyalakan terus api keingintahuan, karena di sanalah kunci untuk membuka pintu-pintu kesuksesan yang tak terbatas.
Pada akhirnya, menjadi seorang pembelajar seumur hidup bukanlah sekadar pilihan untuk pengembangan diri, melainkan sebuah panggilan untuk memberi arti. Setiap pengetahuan yang kita serap, setiap perspektif baru yang kita pahami, adalah benih yang kita tanam untuk masa depan.
Maka dari itu, mari kita nyalakan kembali api keingintahuan yang mungkin pernah meredup. Mari kita buka telinga lebih lebar untuk mendengar kearifan dari mereka yang tak terduga, dan buka pikiran kita untuk menyerap ilmu dari segala penjuru. Jadikan setiap hari sebagai lembaran baru dalam pembelajaran kehidupan yang tak pernah usai.
Karena ilmu yang kita kumpulkan sejatinya bukan hanya untuk menajamkan keputusan kita sendiri, melainkan untuk menjadi cahaya yang menerangi jalan bagi orang lain. Dengan terus belajar, kita tidak hanya bertumbuh, tetapi juga membukakan pintu kebermanfaatan yang lebih luas bagi lingkungan, komunitas, dan generasi yang akan datang.
Mulailah hari ini, jadilah pembelajar abadi, dan tebarkanlah manfaat tanpa henti.