Memaknai Kembali Pancasila Sebagai Perekat Bangsa

Memaknai Kembali Pancasila Sebagai Perekat Bangsa

October 3, 2025 By admin

Setiap tanggal 1 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Tahun ini, tema “Pancasila Perekat Bangsa, Menuju Indonesia Raya” mengajak kita semua untuk merenungkan kembali makna Pancasila dalam konteks Indonesia kontemporer yang semakin kompleks dan beragam. Peringatan ini tidak hanya menjadi seremonial tahunan saja, melainkan kesempatan untuk merefleksikan bagaimana Pancasila telah membentuk cara pandang kita untuk menjalani tugas dan tanggung jawab kepada negara.

Apa makna Pancasila bagi Indonesia hari ini? Di tengah arus globalisasi yang deras, digitalisasi yang masif, dan dinamika sosial politik yang terus berubah, apakah nilai-nilai yang dirumuskan para pendiri bangsa tujuh dekade lalu masih relevan? Setelah bertahun-tahun berkecimpung dalam pelayanan publik, saya menemukan jawaban yang tegas, Pancasila bukan hanya relevan saja, tetapi semakin dibutuhkan sebagai kompas moral dan perekat yang menyatukan kita di tengah keberagaman yang kian kompleks.

Pancasila mengajarkan kita sesuatu yang sangat fundamental namun sering terlupakan: bahwa keberagaman adalah kekuatan, bukan ancaman. Dalam keragaman suku, agama, ras, dan budaya, Indonesia menemukan identitasnya yang unik. Namun keberagaman ini hanya bisa menjadi kekuatan jika ada perekat yang kuat, dan perekat itu adalah Pancasila. Tanpa Pancasila, keberagaman kita bisa berubah menjadi perpecahan. Dengan Pancasila, keberagaman itu menjadi harmoni yang indah.

Pancasila dan Implementasi Nilai-Nilai Kebangsaan

Bendera Merah Putih

Di bidang imigrasi, kami berhadapan dengan tantangan menjaga kedaulatan negara sambil tetap menunjukkan wajah Indonesia yang ramah dan terbuka. Setiap hari, petugas imigrasi berinteraksi dengan warga negara asing dari berbagai belahan dunia dengan latar belakang budaya, agama, dan kepentingan yang berbeda-beda. Di sinilah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab diuji. Kami harus tegas dalam menegakkan aturan, namun tetap humanis dalam pelayanan. Kami harus waspada terhadap ancaman, namun tidak boleh diskriminatif.

Sementara itu, bidang pemasyarakatan menghadirkan tantangan yang tidak kalah kompleks. Sistem pemasyarakatan Indonesia dibangun atas filosofi yang sangat Pancasilais, bahwa narapidana adalah manusia yang memiliki martabat dan potensi untuk berubah. Pendekatan ini sangat berbeda dengan sistem penjara konvensional yang hanya fokus pada hukuman dan isolasi. Kami percaya pada rehabilitasi, pendidikan, dan pemberdayaan. Setiap individu yang menjalani masa pembinaan, terlepas dari latar belakang suku, agama, atau status sosialnya, diperlakukan dengan prinsip keadilan dan kemanusiaan.

Dalam praktiknya, ini berarti kami tidak hanya menjaga agar mereka menjalani hukuman, tetapi juga memastikan mereka mendapatkan kesempatan untuk belajar keterampilan baru, mendapatkan pendidikan, dan mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat sebagai individu yang produktif. Kami bekerja sama dengan berbagai pihak, dari lembaga pendidikan hingga dunia usaha, untuk membuka peluang bagi mereka. Ini adalah wujud nyata dari sila kelima Pancasila: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, termasuk mereka yang pernah berbuat kesalahan.

Yang sering terlupakan adalah bahwa sistem pemasyarakatan juga melindungi nilai Persatuan Indonesia. Ketika seseorang keluar dari lembaga pemasyarakatan dengan keterampilan baru, mental yang lebih baik, dan harapan untuk masa depan, mereka tidak akan menjadi beban masyarakat, melainkan kontributor positif. Sebaliknya, jika mereka keluar tanpa bekal apa-apa selain dendam dan putus asa, mereka bisa menjadi ancaman bagi keamanan dan persatuan bangsa. Oleh karena itu, pemasyarakatan yang berhasil adalah investasi untuk persatuan dan keamanan jangka panjang.

Kedua bidang ini mengajarkan satu hal penting, Pancasila harus diterjemahkan dalam kebijakan konkret dan tindakan nyata. Nilai-nilai luhur tidak ada artinya jika hanya menjadi slogan di dinding kantor. Pancasila harus hidup dalam setiap keputusan yang kita ambil, setiap program yang kita jalankan, dan setiap interaksi yang kita lakukan dengan masyarakat. Ketika Pancasila hidup dalam tindakan nyata, maka masyarakat akan merasakan manfaatnya, dan dengan sendirinya mereka akan mempercayai dan menjaga Pancasila.

Generasi Muda Berdaya

Jika ada satu hal yang membuat saya optimis tentang masa depan Pancasila, itu adalah generasi muda Indonesia. Saya memiliki keyakinan besar bahwa generasi muda kita tidak hanya akan menjaga Pancasila, tetapi juga akan membawa Pancasila ke level yang lebih tinggi, dan lebih relevan.

Generasi muda hari ini sering dianggap apatis terhadap nilai-nilai kebangsaan. Mereka dinilai lebih tertarik pada tren global, media sosial, dan kehidupan instant. Namun pengamatan saya menunjukkan sebaliknya. Generasi muda kita sebenarnya sangat peduli pada keadilan, kesetaraan, keberlanjutan, dan kemanusiaan. Mereka kritis terhadap ketidakadilan, vokal menentang diskriminasi, dan aktif memperjuangkan hak-hak kelompok minoritas. Bukankah ini semua sejalan dengan nilai-nilai Pancasila?

Yang mereka tolak bukanlah Pancasila itu sendiri, melainkan hafalan dan indoktrinasi tanpa makna. Mereka menolak kemunafikan ketika Pancasila hanya dijadikan slogan sementara praktiknya bertentangan dengan nilai-nilai tersebut. Mereka menuntut konsistensi antara kata dan perbuatan. Dan tuntutan ini adalah sesuatu yang sangat sehat dan sejalan dengan semangat Pancasila itu sendiri.

Generasi muda tumbuh di era digital yang membuat mereka terhubung dengan dunia. Mereka melihat bagaimana negara-negara lain menghadapi tantangan keberagaman, intoleransi, dan ekstremisme. Mereka menyaksikan konflik berbasis identitas yang merobek negara-negara lain. Dan dari situ, banyak dari mereka mulai menyadari bahwa Pancasila adalah aset berharga yang dimiliki Indonesia. Pancasila menawarkan jalan tengah yang bijaksana, tidak sekuler ekstrem yang mengabaikan spiritualitas, tidak pula teokratis yang memaksakan satu keyakinan. Pancasila mengakui peran penting agama dalam kehidupan, sambil menjamin kebebasan setiap orang untuk memeluk keyakinannya masing-masing.

Saya melihat banyak anak muda yang kreatif dalam menghidupkan Pancasila dengan cara mereka sendiri. Mereka membuat konten edukatif di media sosial, mengorganisir kegiatan sosial lintas agama dan suku, membela korban diskriminasi, dan mempromosikan dialog daripada konfrontasi. Mereka tidak meneriakkan “Pancasila! Pancasila!” dengan keras, tetapi mereka hidup sesuai nilai-nilai Pancasila dalam tindakan nyata mereka. Ini adalah bentuk patriotisme yang autentik.

Tugas kita sebagai pemimpin dan generasi yang lebih tua adalah memberdayakan mereka, bukan mendikte mereka. Kita harus memberikan ruang bagi mereka untuk menginterpretasi dan mengimplementasikan Pancasila dengan cara yang relevan untuk zaman mereka. Kita harus menjadi teladan, bukan hanya pengkhotbah. Ketika mereka melihat bahwa para pemimpin mereka konsisten mempraktikkan nilai-nilai Pancasila dalam kebijakan dan tindakan nyata, maka mereka akan terinspirasi untuk melakukan hal yang sama.

Pancasila untuk Indonesia Raya

Tema peringatan tahun ini, “Pancasila Perekat Bangsa, Menuju Indonesia Raya,” adalah pengingat bahwa perjalanan kita sebagai bangsa belum selesai. Indonesia Raya yang kita cita-citakan, Indonesia yang maju, sejahtera, adil, dan bermartabat, hanya bisa dicapai jika kita tetap bersatu. Dan Pancasila adalah perekat yang menjaga persatuan kita.

Namun Pancasila tidak bekerja dengan sendirinya. Pancasila membutuhkan kita semua untuk menghidupkannya. Memaknai kembali Pancasila sebagai perekat bangsa berarti komitmen berkelanjutan untuk menerjemahkan nilai-nilai luhur tersebut dalam kehidupan sehari-hari, dalam kebijakan publik, dalam interaksi sosial, dan dalam membangun masa depan Indonesia.

Tapi komitmen untuk Pancasila bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Ini adalah tanggung jawab kita bersama sebagai warga negara. Setiap dari kita, dari posisi dan peran masing-masing, bisa berkontribusi. Guru bisa mengajarkan Pancasila dengan cara yang inspiratif, bukan hanya hafalan. Pengusaha bisa menjalankan bisnis dengan prinsip keadilan dan tidak eksploitatif. Tokoh agama bisa mempromosikan toleransi dan saling menghormati. Influencer dan content creator bisa menyebarkan narasi positif tentang keberagaman. Setiap tindakan kecil yang sejalan dengan Pancasila adalah kontribusi untuk Indonesia Raya.

Mari kita jadikan peringatan Hari Kesaktian Pancasila ini sebagai momentum untuk memperbarui komitmen kita. Bukan komitmen yang hanya terucap di bibir, melainkan komitmen yang terwujud dalam tindakan nyata. Mari kita tunjukkan kepada generasi muda bahwa Pancasila bukan warisan usang, melainkan pedoman hidup yang relevan dan bermanfaat. Mari kita buktikan bahwa dengan Pancasila, Indonesia Raya bukan sekadar mimpi, melainkan realitas yang kita bangun bersama, hari demi hari, langkah demi langkah.

Related Tags & Categories :

Article